Selasa, 13 Desember 2011

Cerpen Family 4 Day

MEMINTAL JEMARI PERSAUDARAAN

Pagi yang gelap karena tertutupi awan yang tebal dan menghembuskan hawa yang sangat dingin namun bagi Umma tidak lah menjadi penghalang untuk ke sekolah di pagi ini. Umma adalah seorang siswa SMAN 1 Polewali kelas XII yang berumur 17 tahun. Tubuhnya yang mungil membuatnya sangat lincah untuk beraktivitas. Dia seorang gadis kecil berjilbab yang senantiasa menutupi auratnya. Wajah yang tidak begitu cantik membuatnya selalu bersyukur pada Rabb-Nya karena dengan begitu, wajahnya tidak menjadi peruntuh iman kaum adam. Di sekolahnya dia mengikuti sebuah organisasi penelitian remaja yaitu KIR. Dia begitu suka dengan meneliti hal-hal yang baru. Pagi ini dia harus menerima kenyataan pahit bahwa Karya Ilmiah hasil penelitiannya yang dikirim ke Jakarta beberapa waktu silam ternyata tidak lolos dalam lomba. Hal ini dikemukakan seorang temannya yaitu Fahrul. Hati yang begitu sakit mengingat semua kerja keras selama ini dan harapan yang begitu tinggi pada ayah kini semua sirna.

“Semangat!!! Kata Umma dengan mata yang berkaca-kaca.

Kemudian Debo, Ardhi dan Riensi datang menghampiri mereka. Dengan wajah yang sedih mereka semua mengutarakan kata semangat yang begitu berkobar.

“kita tidak gagal ini adalah jembatan menuju kesuksesan” kata Debo yang tak tahan menahan air matanya hingga membasahi pipinya yang halus.

“apa kita harus memberitahukan ibu Ilmiah sekarang?” kata Riensi.

“ jangan!!! Ibu pasti sangat kecewa. Dan dia pun pernah berjanji jika lomba kali ini tidak lolos maka dia akan berhenti membimbing kita.” Kata Ardhi dengan begitu kecewa.

“bagaimanapun ibu pasti akan tahu mengenai hal ini. Masa kita harus bohong untuk selamanya yang ada malah ibu akan marah ke kita jika kita tidak memberitahukannya segera.” Kata rinja dengan nada yang yang mendidih.

“ayo kita ke Ibu, saya akan menjelaskan semuanya”. Kata Umma dengan tegas.

Mereka pun melangkahkan kaki menuju ruangan guru dengan dengan ragu karena takut pada Ilmi guru pembimbing mereka.

“Assalamualaikum bu’”. Kata Umma yang mengawali perkataan.

“ada apa nak? Apa sudah ada pengumuman lomba yang tempo hari di Jakarta?” Kata ibu Ilmi dengan nada yang begitu semangat yang seakan mengharapkan berita bahagia dari mereka.

“sebelumnya kami sangat meminta maaf pada ibu, karena kami gagal untuk lolos ke lomba tersebut.” Kata Debo yang tiba-tiba mendahului Umma berbicara.

“iy bu’, tadi malam saya melihat pengumumannya dan saya beranggapan bahwa karya kita tidak sampai ke alamat yang bersangkutan karena saya melihat semua wakil dari masing-masing provinsi ada cuman provinsi Sulawesi Barat yang tidak ada”. Kata Fahrul yang berusaha meredam kekecewaan ibu Ilmi.

Dan ibu Ilmi sependapat dengan Fahrul. Ibu Ilmi kembali memberikan semangat untuk anak bimbingannya. Dan dia tidak akan mengundurkan diri menjadi pembimbing mereka.

“Yeeeeeeee”. Teriak mereka berlima yang mengundang semua perhatian guru yang lain.

“ ibu, ini ada brosur lomba yang diadakan UNM, disini ada lomba karya Ilmiah”. Kata Ardhi sambil mengulurkan brosur lomba ke ibu Ilmiah.

Ibu Ilmiah pun segera mengerti maksud dari kelima anak didiknya. Dan dia pun menyetujui bahwa akan mengikuti lomba tersebut.

“Yeeeeeeee”. Kembali mereka berlima mengundang semua perhatian guru yang lain dan menggaduhkan ruangan guru.

Mereka pun kembali menuju ruang kelas masing-masing. Tak terkecuali Umma yang saat itu sangat bahagia melihat semangat yang tak pernah runtuh dari seorang guru pembimbing.

***

Keesokan harinya mereka pun kembali berkumpul untuk membicarakan lomba di UNM yang berlokasi di Makassar. Ibu Ilmi mengutarakan semua masalah yang akan mereka hadapi jika mereka mengikuti lomba tersebut. Mereka pun menuju ruang kepala sekolah untuk membicarakan hal ini. Dan kepala sekolah menyetujui dan akan memberikan dana pada mereka. Namun, dana yang akan diberikan oleh kepala sekolah sangatlah minim untuk mereka. Ibu Ilmi kembali menguras pikiran untuk memikirkan semua hal itu. Dia tidak ingin mematikan lampu semangat dari ke-Enam anak didiknya. Hati yang sesak dan masih dipenuhi pertanyaan “ jadikah kita mengukir kemenangan di kota Makassar???”. Kata Umma dalam hati. Hari demi hari mereka terus dan terus berkumpul untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sebelum keberangkatan itu. Dana yang sangat minim membuat mereka seakan ingin mundur dan menggagalkan rencana itu. Karena dana yang begitu sangat minim membuat ibu Ilmi berpikiran akan mengurangi anggota KIR yang akan berangkat.

***

Sore hari Umma mendapat sms dari ibu Ilmi.

“nak bagaimana kalau kamu mengundurkan diri saja”.

Hati Umma benar-benar sakit.

“kenapa bunda berubah pikiran seperti itu”. Katanya sambil meneteskan air mata yang tak tertahan lagi dan seakan ingin menyerah.

Umma menceritakan hal ini pada semua anggota KIR yang akan berangkat dan ternyata pesan yang sama juga diterima oleh Riensi.

“Tak berartikah aku di mata Bunda??” peratanyaan itu terus menggorogoti pikiran Umma.

Namun, support dari anggota KIR membuatnya tetap semangat. mereka pun kembali berkumpul untuk membicarakan masalah ini, Riensi di kala itu tak bisa berkumpul, ia terus mengirimkan sms pada Ibu Ilmi yang memaksakan agar dirinya tetap ikut berangkat untuk lomba itu. Akhirnya Ibu Ilmi berubah pikiran dan tetap mengikutkan Umma dan Enchy. Dengan kondisi yang tidak mendapat support yang besar dari Kepala Sekolah mereka tetap antusias dan ingin membuktikan bahwa dengan dana yang sangat minim itu tidak menjadi peredam api semangat yang berkobar dalam hati mereka. Debo yang sangat antusias ingin terus melanjutkan perjuangan itu, Debo termasuk pejuang dikala itu. Ibu Ilmi dan terus mencari jalan keluar. Hingga akhirnya ditemui seseorang yang siap membantu keberangkatan itu, yah, itu Mamat yang siap membantu mereka, dia juga siswa kelas 3 di jurusan IPA. Mamat dan Ibu Ilmi pun mulai memperbincangkan tentang kesiapannya mengantar mereka. Dan dia pun bersiap untuk mengantar mereka menuju kota Makassar tempat mereka berlomba. Setelah ada kendaraan yang sedikit akan mengurangi pengeluaran untuk transport kemudian timbul masalah baru yaitu dimana mereka akan menginap. Jika menginap di Wisma, maka mereka akan mengeluarkan biaya yang cukup banyak. Kembali mereka berunding tentang masalah ini dan kembali pula Mamat siap meminjamkan rumahnya yang ada di Daya. Namun, rumahnya cukup jauh dari tempat mereka berlomba dan kota Makassar yang begitu macet. Kembali pusing dan Ibu Ilmi menghubungi beberapa alumni SMAN 1 untuk meminta bantuan tapi semuanya gagal. 2 hari sebelum berangkat berangkat Ibu Ilmi pun memutuskan untuk tinggal di rumah Mamat walaupun jaraknya lumayan jauh. 2 hari menunggu keberangkatan seakan menunggu waktu seminggu bagi mereka yang segera ingin mengukir kebanggaan dan kebahagiaan untuk mereka buktikan ke Kepala Sekolah. Umma yang ditugaskan untuk mendesain 2 brosur makalah yang tidak membutuhkan waktu yang singkat juga ingin segera berangkat ke Makssar. Umma yang terus menghayal Setiap saat membayangkan dirinya sudah berada di Makassar dan berlomba, disaat itu juga dia kegirangan sendiri, bahagia campur tawa membayangkan kehidupan 4 hari di Makassar. Dia merasakan pasti rindu dengan keluarganya terutama A’banya yang tak henti-henti memberinya support.

“aku ingin merubah kerinduan itu menjadi sebuah oleh-oleh ku untuk a’ba saat kepulanganku nanti”. Gerutunya dalam hati.

***

Malam keberangkatan mereka menuju kota Makassar untuk membawakan nama sekolah di UNM, malam yang indah itu telah dinantikan sejak 2 minggu yang lalu. Begitu banyak rintangan yang telah mereka lalui hanya untuk mengukir 4 hari.

Mereka semua bahagia tak terkecuali Umma. Umma adalah hal yang sangat indah buatnya karena ini pengalaman pertama bersama teman-teman mengikuti lomba. Dia yang sudah 6 tahun lamanya tidak menginjak kota itu sangat penasaran akan perubahan-perubahan kota yang hanya dia dapatkan dari cerita teman-temannya. Apalagi kepergiannya menuju kota Makassar itu tidak hanya sekedar jalan-jalan menikmati indahnya kota Makassar, tetapi dia pergi dengan membawakan nama sekolah SMAN 1 POLEWALI. Mungkin orang-orang sudah menganggap ini hal yang biasa saja karena lomba yang Umma ikuti ini bukanlah lomba yang berlevel tetapi, menurutnya ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa bagi. Mengikuti lomba adalah impiannya dan akhirnya dia dapat pergi lomba walaupun hanya lomba kecil. Sesuatu yang sangat dia impikan dalam hidupnya adalah ingin membuat orang tuanya bangga kepadanya bahwa dia bisa menjaga tanggung jawab yang sekolah berikan kepadanya.

Malam itu, sebelum dia berangkat menuju kota Makassar. Dia menceritakan pada keluarganya bahwa yang akan mengemudikan mobil adalah Mamat temannya. Keluarganya kaget dan cemas, Umma pun berusaha mengubah kecemasan itu dan menceritakan semuanya.

“ temanku ini sudah berulang kali mengemudikan mobil ke Makassar, jadi tak usah khawatir karena ibu Ilmi yang akan mendampingi kami juga sudah mempercayainya……”.

Setelah Umma menjelaskan semuanya mereka agak sedikit tenang. Dan satu pesan dari mereka yang tak pernah alpa jika salah satu dari keluarganya bepergian.

“ kalau sudah tiba, jangan lupa beri kabar pada kami”. Kata kakek Umma.

Umma hanya dapat tertawa mungil mendengar pesan itu dan menganggukann kepalanya.

Sore hari mereka semua sudah sepakat akan berangkat jam 07.30. Umma yang perasaannya yang sangat menggebu-gebu sudah siap satu jam sebelum berangkat. Dia terus memandangi jam dinding, dan dia merasa jam dinding itu berputar sangat lambat, dia seakan ingin menggantikan posisi jarum detik itu hingga akhirnya jam pun menunjukkan pukul 07.30. tapi belum juga terdengar ada mobil yang datang. Kecemasannya pun memuncak, dia SMS pada Ibu Ilmi dan Riensi menanyakan jam keberangkatan. Riensi pun membalas SMS-nya dan katanya akan berangkat jam 8. Umma kembali mencoba untuk bersabar menunggu 30 menit lamanya. Hpnya pun bergetar tanda pesan masuk, dia segera membaca pesan itu ternyata sms dari Asyaratun yang menanyakan jam keberangkatan dan dia pun membalasnya bahwa mereka akan berangkat jam 8. Asyaratun juga sudah sangat tidak sabar untuk menghirup udara Makassar. Tepat jam delapan, tetapi belum ada sms dari Ibu Ilmi. Umma hendak berpikir mungkin Ibu Ilmi dan teman-teman yang lain lupa padanya, kembali dia menepis pikiran itu.

“ tidak mungkin bunda dan yang lainnya lupa padaku”. Gerutunya dalam hati.

Tak lama kemudian Hp nya kembali bergetar ternyata telepon dari Ibu Ilmi.

“ halo.. Assalamualaikum, nak saya sudah ada di depan”. suara Ibu Ilmi yang tergesa-gesa mengagetkannya.

“waalaikumsalam, iya bu’ masih ada dirumah”. Jawab Umma dengan tergesa-gesa pula.

“ohh.. iya bu’ saya akan kesitu secepatnya, assalamualaikum”. Kata Umma dengan cepat menutup teleponnya dan segera bergegas.

Dia segera mengangkat barang-barang bawaannya dan pamit pada keluarga besarnya. Dia mencium tangan mereka satu persatu dan dan kembali ia menekankan dalam hatinya.

“ aku akan pulang dengan membawa secercah harapan besar untuk kalian.” Desisnya dalam hati.

A’banya yang senantiasa kembali dengan penuh semangat mengantar anaknya ke mobil yang akan ditumpangi ke Makassar. Dia sangat bahagia saat itu, akhirnya bisa berangkat ke Makassar walau begitu banyak rintangan. Ketika Umma naik keatas mobil dia melihat ruangan mobil itu yang begitu sesak, di atas mobil sudah ada Debo, Mamat sebagai pengendara, Ibu Ilmi, Rinja, Ardhi dan k’ Alim anak ibu Ilmi yang juga ikut ke Makassar. Mereka pun menuju rumah Asyaratun untuk menjemputnya Asyaratun yang begitu cemas menunggu jemputannya mengakhiri kecemasannya saat mobil singgah tepat depan rumahnya. Perpisahan yang sama dengan Umma suasana ketika orang tua melepas anaknya. Selanjutnya mereka menjemput Riensi yang rumahnya cukup jauh dan jalan yang rusak. Sesampainya disana Riensi pun belum juga keluar dari rumahnya, Debo yang sangat baik menjemput Riensi di rumahnya, tak lama kemudian mereka pun datang dengan membawa 3 buah tas. Mobil yang tak begitu luas menampung penumpang sebanyak 9 orang ditambah barang yang cukup banyak. Begitu sempitnya sehingga membuat mereka harus melipat kaki selama perjalanan menuju kota Makassar yang kurang lebih 6 jam. Namun, itu semua tidak dapat mengalahkan semangat mereka yang membara. Sepanjang perjalanan Umma tidak dapat memejamkan matanya seperti yang lainnya yang begitu mudah memejamkan matanya. Umma terus menikmati music selama perjalanan. Music yang begitu menyentuh dan membuatnya teringat akan suatu hal. Ibu Ilmi pun tak dapat tertidur karena mengajak Mamat untuk terus bercerita agar Mamat tidak mengantuk mengemudi mobil. Berulang kali Umma tertawa dengan Asyaratun mendengar cerita lucu dari Mamat sepanjang perjalanan. Perjalanan ke Makassar yang begitu lama membuat tulang-tulang mereka seakan runtuh. Sesampainya di Makassar, mereka mengantar k’ Alim ke rumahnya dan disana mereka istirahat sejenak. Mereka semua turun dari mobil dan seakan tak mampu untuk berdiri tegak. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju rumah Mamat yang akan mereka tempati menginap selama 4 hari. Sesampainya di sana mereka semua ingin segera merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk. Namun, perut mereka berkeroncong dan seakan memberi aba-aba kalau sedang lapar. Kecuali Mamat dan Ibu Ilmi yang istirahat duluan. Mereka pun menyediakan makanan yaitu Pop mie yang dibawa oleh Fahrul. Debo pun memasak mie dan membuat teh yang menjadi temannya setiap saat. Mereka makan mie dengan begitu nikmat. Tiba-tiba Umma kaget karena melihat bayangan dari dapur, oh ternyata Mamat yang dari kamar mandi habis cuci muka.

“waww, asyiknya makan mie vs minum the tapi tidak ngajak aku”. Kata Mamat seolah kecewa.

“siapa suruh tidur duluan” jawab Debo dengan kesal.

“aku kan capek habis bawa mobil”. Jawabnya cuek.

“maka dari itu kami tidak mau ganggu kamu istirahat”. Kata Debo dengan cuek.

“sudahlah… kalian ini kalau ketemu pasti brantem”. Lanjut Fahrul yang mencoba menetralkan suasana.

“eh, tadi saat kalian masak mie dan masak the airnya diambil dari mana?”. Tanya Mamat dengan wajah yang serius.

“air dari keeraang” jawab Debo dengan gugup.

“Emangnya kenapa, ada yang salah?” lanjutnya.

“taungga? Air sumur jauh lebih baik untuk dikonsumsi dari pada air di kerang itu..hahahaaaaaa”. Kata Mamat dengan melanjutkan ketawa dengan kerasnya yang mengejek.

“buaaaakkkkk……” tiba-tiba Debo menuju kamar mandi dengan perasaan yang tidak enak.

“hmhmhm besok saat kalian bangun, kalian akan mendapati tubuh kalian yang penuh bintik-bintik merah”. Kata Mamat yang manakut-nakuti temannya.

“huhuu, ka’ Mamat lebai deh..”. sambung Asyaratun yang memotong pembicaraan Mamat dengan sedikit nada keakutan.

Mereka pun masuk ke kamar masing-masing untuk tidur. Dan esok mereka akan berangkat menuju UNM tempat mereka berlomba. Mengingat keadaan kota Makassar yang begitu macet mereka harus bergegas untuk berangkat secepatnya. Tepat pukul delapan, mereka meninggalkan rumah menuju lokasi lomba. Satu hal yang tidak pernah Umma lupakan saat memulai sesuatu yaitu “BISMILLAH”. Kata itu diucapkannya dengan begitu mantap, pelan tapi pasti. “InsyaAllah keberangkatanku hari ini takkan sia-sia, AllahuAkbar. Desisnya dalam hati.

Kota Makassar yang begitu macet membuat Umma sangat gelisah karena kegerahan di atas mobil. Namun, herannya penyakitnya yang selalu mabuk jika kepanasan di mobil tak menghampirinya, kebahagiaan yang dia rasakan bersama teman-temannya menjadi obat penawar peyakitnya.

Keliling kota Makassar dengan kemacetan yang tak kunjung selesai membuat mereka lelah karena selalu tersesat di jalan. Pendapat yang diutarakan Ibu Ilmi selalu berbeda dengan Debo sehingga membuat Mamat pusing mengemudikan mobil. Hingga akhirnya mereka pun tiba di UNM. Mereka menyetor semua makalah dan mengikuti pembukaan Biologi Open Day 2011 UNM. Hal terindah buat mereka karena disambut baik oleh Rektor UNM. Mereka peserta satu-satunya sekolah dari Sul-Bar, suatu hal terhormat buat mereka.

“kan kuceritakan ini semua pada orang yang ada di Polman terkhusus kepala sekolahku yang beraninya menjamin biaya hidup kami yang begitu minim”. Desis Umma dalam hati.

Sepulang dari UNM mereka pun melanjutkan perjalanan untuk menikmati keindahan kota Makassar. Mereka jalan-jalan ke Mal Panakukang sambil cuci mata melihat suasana Mal. Umma yang sudah enam tahun lamanya tidak berkunjung ke Mal Panakukang sangat kelihatan gelisah dan resah saat berhadapan dengan tangga lip. Sedangkan teman-temannya yang lain sudah sangat sering berkunjung ke Mal dapat mengerti kekurangan temannya. Debo yang sangat mengerti keadaan, selalu membantu Umma dan senantiasa mengajarinya menginjak tangga lip. Debo yang juga anak Ekskul di sekolahnya tidak pernah pasang wibawa di depan teman-temannya membuatnya selalu baik di mata temannya seperti halnya dia selalu membantu dan menyebarkan senyum pada teman yang akrab ataupun tidak padanya. Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah GrandMedia, di sana mereka menyebar untuk mencari buku yang disukai. Waktu sudah menunjukan pukul 3 yang menandakan mereka harus pulang. Namun, mereka tidak langsung pulang ke rumah, tetapi mereka berkunjung ke anak ibu Ilmi yang sedang sakit. Di sana mereka memutar video hasil rekaman saat pembukaan di UNM. Mereka semua tertawa terbahak-bahak dan tertawa hingga hilang kendali karena mendengar suara Umma yang dominan terdengar dengan logat Polman yang sangat khas. Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah karena begitu lelah. Sesampainya di rumah mereka semua merebahkan tubuh di kasur masing-masing. Lelah, letih dan yang paling penting adalah mengantuk.

Keesokan harinya mereka tidak berencana ke UNM karena mereka hanya menunggu pengumuman dari UNM, jadi pikir mereka informasinya bisa melalui telepon. Mereka pun belanja ke Pasar kecuali Riensi dan Asyaratun yang tinggal membereskan rumah. Sesampainya di rumah tiba-tiba handphone ibu Ilmi bergetar dan ternyata satu pesan masuk dari Panitia Lomba yang mengumumkan bahwa makalah dari SMA 1 Polewali ada yang lolos masuk ke final 5 besar.

“Yeee… Alhamdulillah” teriak mereka serentak.

Namun yang masih membuat mereka panik karena mereka belum tahu secara pasti siapa yang lolos dan siapa yang tidak. Rasa penasaran yang kemudian berkecamuk di hati Umma membuatnya tidak bisa tertawa lepas, dia hanya diam tak seperti teman-temannya yang begitu heboh. Kemudian hp ibu Ilmi kembali bergetar menandakan pesan masuk dan Debo segera merampas dan bersama Mamat membawa lari hp ibu Ilmi. Umma, Asyaratun, dan Fahrul mengejar Debo dan Mamat. Mereka lari ke luar rumah tanpa memakai sandal, bagaikan anak kecil yang mainannya ingin dirampas. Kerikil yang memenuhi jalan tak menjadi penghambat buat mereka, hingga akhirnya mereka pun mengetahui bahwa yang lolos masuk ke-5 besar adalah kelompok 1 dan 2. Mereka begitu senang dan bahagia hingga air mata pun kembali menetesi pipi Umma.

“Terima kasih Ya Allah, walaupun ini baru awal tapi ini adalah anugrah terindah”. Kata Umma dalam hati.

Mereka pun bergegas untuk ke UNM karena penasaran ingin melihat langsung pengumuman. Sesampainya di UNM, hal pertama yang mereka cari adalah pengumuman. Setelah mereka melihat pengumumannya, kegirangan kembali mengiringi mereka. Dan kelompok 1 yaitu Fahrul, Umma, Asyaratun , mereka berada di urutan pertama mengalahkan sekolah-sekolah elit di Makassar. Dan kelompok 2 yaitu Riensi dan Debo berada di urutan keempat. Kebahagiaan tiada tara bagi mereka dan tak pernah lupa rasa syukur pada Rabb-Nya. Kecuali kelompok Ardhi dan Mamat yang tak lolos masuk ke-lima besar, tetapi mereka berada di urutan delapan masih banyak sekolah yang mereka kalahkan.

“aku tak kecewa karena kelompokku tidak masuk ke-lima besar, namun aku bahagia hari ini karena dari kita dua yang lolos, suatu kebahagiaan bagiku jika salah satu dari Smansa Polewali ada yang lolos dan mewakili. Semangat tem.” Kata Mamat yang bijak.

“kalian juga tetap semangat,,”. Kata Fahrul menyambung.

Setelah itu mereka langsung pulang untuk menyiapkan presentase besok. Mereka semua berlatih untuk berpresentase dengan baik. Asyaratun yang dibantu Mamat untuk menjadi seorang moderator yang baik esok hari terus berlatih, Fahrul, Debo dan Riensi yang terus berkecamuk dengan makalahnya dan berlatih menjadi seorang pemateri yang baik, Umma yang juga berkecamuk bersama laptop untuk menyiapkan tampilan presentase yang baik dan semaksimal mungkin. Mereka tak kenal lelah hari itu, mereka semua terus berusaha dan sangat ingin membuktikan kepada semua orang yang telah menanti kepulangan mereka dengan sejumlah harapan besar. Mereka terus berlatih hingga larut malam, ibu Ilmi pun menyuruh mereka untuk tidur agar esok harinya presentase berjalan lancer.

Esok harinya seperti biasa, mereka kembali disibukkan oleh waktu. Mereka bergegas untuk pergi presentase ke UNM. Lagi-lagi mereka harus menikmati jalan dengan kepanikan karena tersesat. Makassar yang begitu luas, tidak mudah buat mereka menghapal jalan dengan baik. Saat mereka tiba, mereka segera menuju ruang tempat presentase. Ternyata peserta mereka peserta pertama yang hadir. Presentase pun berjalan dengan lancer. Mereka membagikan hasil karya mereka ke peserta lomba maupun dewan juri. Setelah semua presentase selesai, mereka berencana ke rumah tante Riensi. Mereka pun kesana dalam keadaan perut yang kosong dan kebetulan mereka disambu baik oleh keluarga Riensi. Makanan yang dihidangkan sangat banya dan enakyang tentunya dapat menyimpan energy untuk aktivitas selanjutnya.

Hingga sore hari mereka merencanakan untuk pergi ke Mal Panakukang dan di sana ibu Ilmi akan dijemput oleh anaknya yaitu Alim. Ibu Ilmi memberikan kebebasan untuk mereka karena tadi mereka sudah bertarung dengan mantap. Hingga mereka harus pulang malam karena menikmati dan mengelilingi Mal.

***

Esok harinya adalah hari terakhir untuk mereka menikmati kota Makassar. Saat asyik beres-beres rumah, tiba-tiba Asyaratun memanggil Riensi dengan sebutan “KAREN” dan suaranya mengundang semua mata dan telinga yang ada di rumah itu.

“KAREN.. nama yang bagus.. “ sahut Umma

“kalau Fahrul.. kita sebut KARIN, kan Fahrul Rinja,” sahut Ardhi

KADEB.. K’Debo..sahut Riensi

KAMAT.. K’Mamat.. sahut Debo

KARDHI.. K’ Ardhi..sahut Fahrul

KAUM.. K’ Umma sahut Riensi

Dan Desya.. De’ Asyaratun saut Umma

Nama-nama baru untuk mereka yang tanpa sengaja terukir oleh gulungan ombak di atas pasir. Mereka senang dan bahagia dengan nama-nama itu yang dapat menjadi symbol bahwa mereka pernah memintal jemari persaudaraan selama empat hari.

Pagi harinya mereka berencana ke Trans Studio Makassar, namun sebelumnya Mamat harus mengantar ibu Ilmi ke rumah anaknya. Dan kembali memberi mereka waktu untuk bersenang-senang. Namun, sebelum mereka berangkat iba-tiba handphone ibu ilmi kembali bergetar dan ternyata pesan dari Panitia Lomba bahwa salah satu dari mereka ada yang lolos dan mereka mendapat juara ke- tiga. Mereka bersyukur dan sangat senang, tetapi sangat tidak masuk akal untuk mereka mengambil juara tiga padahal penelitian yang dipresentasekan sekolah lain sudah banyak di Internet dan penelitian Fahrul masih sangat baru. Ketidak adilan kembali mereka rasakan. Dengan juang dan semangat yang terus berkobar membuat mereka bisa dan Alhamdulillah mendapat juara. Alaupun juara tiga yang terpenting bagi mereka adalah pulang dengan tidak tangan kosong.

Setibanya di Trans Studio mereka terdahulu mengelilingi Mal Trans. Dan mereka pun mau masuk ke Wahana kecuali Umma dan Riensi. Umma dan Riensi sangat berat untuk mengeluarkan uang seratus ribu hanya untuk kepuasan sesaat. Debo yang sangat mudah menitikan air matanya pun kembali menangis karena Umma dan Riensi tak mau masuk ke Wahana. Mereka semua tak rela melihat timnya yang lagi sedih dan berniat membayarkan biaya masuk. Umma sedikit ada keinginan untuk masuk tetapi, dia tidak rela melihat sahabatnya Riensi sendiri di luar. Dan mereka pun masuk ke Wahana kecuali Umma dan Riensi.

Setelah menikmati Wahana, mereka pun menuju UNM. Kembali mereka tersesat dan harus terus bertanya hingga sampai ke UNM. Setibanya di UNM mereka bertemu dengan Ibu Ilmi yang sudah sangat lama menunggu mereka. Karena acara belum juga dimulai mereka menyempatkan waktu untuk mengisi perut kosong mereka. Sementara itu ibu Ilmi pergi ke rumah anaknya yang lagi sakit. Dan tibalah saatnya untuk memberikan penghargaan pada siswa yang menang lomba. Umma, Fahrul dan Asyaratun pun naik mewakili SMANSA Polewali dengan membawa juara tiga. Sambutan indah pun mereka dapatkan dari alumni SMANSA Polewali dan kebetulan ketua panitia adalah orang Polewali. Sebelum pulang, mereka pun berfoto-foto dengan panitia dan dosen Biologi di Fak. MIPA, UNM.

Setelah itu mereka pulang ke rumah dan bergegas untuk pulang ke Polewali malam itu juga.

Kepulangan mereka ke Polewali diringi hujan yang deras membuat Mamat harus mengemudikan mobilnya dengan begitu lambat dan hati-hati. Tak lupa pula mereka singgah membeli oleh-oleh untuk keluarga.

***

Pagi yang indah menyambut kedatangan mereka di kota Polewali setelah Sembilan jam dalam perjalanan dari Makassar. Membuat Umma begitu lega menghirup udara Polewali bersama saudara-saudara empat harinya dan juga bersama bunda empat harinya. Setelah empat hari lamanya mereka bertujuh dan Ibu Ilmi telah mengukir keluarga kecil empat hari di Daya. Empat hari lamanya begitu indah yang mereka rasakan bisa mengenal satu sama lain tak terkecuali Umma, yang baru kali ini menikmati dan merasakan indahnya sebuah persaudaraan yang jarang ia rasakan. Baginya, senyum, tawa, marah yang dilontarkan sesekali dari teman-temannya elah menjadi bumbu kebahagiaan yang tak bertara. Empat hari menurut Umma adalah waktu yang singkat, dia sangat ingin merubah semua dan kembali mengukir masa indah itu.

Di perjalanan pulang, mereka semua tertidur kecuali Umma, Ibu Ilmi, dan Mamat. Umma benar-benar menikmati jalan walaupun hujan. Umma tak dapat menutup matanya karena satu hal yang sangat menggrogoti pikirannya yaitu “jika sudah tiba di Polewali mungkinkah mereka masih mengingatku, masih mengenalku? Masikah ada canda tawa yang akan mereka berikan pada ku?” pertanyaan pertanyaan ini tak henti-hentinya menggrogoti pikirannya. Dia memandangi wajah saudara-saudara empat harinya itu dan mereka memberikan gumam wajah yang berbeda saat di Makassar, kembali Umma resah akan hal ini.

Sembilan jam berada diperjalanan menjadi penutup kebersamaan mereka. Dan di sekolah mereka pun selalu bersama. Akhirnya mereka dapat membuktikan pada semua orang terkhusus kepala sekolah mereka, bahwa mereka bisa menorehkan nama SMANSA yang indah di kota Makassar. Mereka semua senang dapat pulang dengan tidak sia-sia. Tak terkecuali Umma, yang begitu senang karena telah bisa memberikan kebahagiaan buat A’banya tercinta.

Dalam heningnya malam terhempas melewati dinginnya malam yang begitu mngguncang, tiada kata yang mampu terlontar dari bbir mungil. Kesyaduan dan kedamaian baru terasa saat semuanya menyatu dalam GUBUK MUNGIL di DAYA. Tangis, tawa, kesedihan, kekecewaan, kemandirian detik mulai detik mulai tergambarkan dalam gubuk mungil itu. Lincahnya seekor kelinci tak selincah BUNDA ini. Bunda yang hanya empat hari dapat menjadi terbaik. Kiranya semua dapat terulang. Kekocakan seorang KAMAT, kegokilan seorang KADEB, dan beraanak 3 KARIN, kestresan seorang KAREN, ibu jamaah haji seorang KAUM. Yang akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.

SEKIAN………..!!!!!!!!!!