Kamis, 05 Maret 2015

Udara #2



Assalamualaikum
#part_4 ketika kesedihan menghampiri

Di kenyataan hidup ini, tak selamanya indah, tak selamanya kebahagiaan selalu mendominasi terkadang dalam proses menuju kebahagiaan ada sedikit cerita kesedihan. Dan saya akan menceritakan tentang cerita kesedhan saya hingga mengambil kesimpulan yang saya sangat sesali.
Sejak satu persatu anggota keluarga seolah sudah tak nyaman lagi di rumah dan enggan melangkahkan kaki menuju rumah kedua setelah kos, rasanya sangat sepi, sunyi dan yang ada saling menyalahkan. Semua terasa hilang sejak beberapa akhir ini. Bosan, mulai menghampiri saya dan seolah juga mau melakukan sama dengan yang mereka lakukan. Sudah berulang kali ingin saya lakukan seperti apa yg mereka lakukan. Datang kalau lagi mau datang atau datang kalau lagi ada butuh atau datang kalau lagi ada fo. Pernah saya ingin lakukan itu, tapi apa?? hatiku, benakku, bahkan kakikku semuanya menolak kputusanku itu... HATIKU MERINDU pada RUMAHKU (lab) semakin saya brusaha lari dari sana semakin sakit hati saya. itu smua perasaanku. Tapi bagaimana kalau kini kehadiranku malah menjadi masalah untuk orang lain. Mungkin hanya satu orang yang mengungkapkannya, mungkin masih ada lagi tapi mereka tak punya cukup keberanian untuk mengungkapkan kata-kata yang sangat menyakitkan itu.
Saya suka percandaan.
Saya suka sekali.
Rasa-rasanya hambar kalau dalam sehari tidak dibully.
Rasa-rasanya hambar kalau dalam sehari tak ada tawa.
Tapi ingat percandaan itu paling tidak seru kalau disertai wajah serius dan kelewatan.
Tapi saya yakin hari itu bukan percandaan saat terlontar kata yang sangat menyakitkan dari orang yg tak saya sangka. Dari orang yang selama ini saya kenal baik. Kata-katanya yang terlontar mengungkapkan makna bahwa kehadiran saya di lab telah mengusiknya.
Rasa peduli, khawatir keadaan lab dan rasa bahagia di lab seolah pergi tanpa meninggalkan jejak. Saya datang hanya untuk mampir tidak lagi peduli dengan apapun. Rumahku semakin terlhat tua dan sunyi tanpa penghuni yang jelas. Rasa iba itu ada, tapi emosi benar-benar menguasai sehingga saya tak mampu berbuat apa-apa. Ekspresi waja benar-benar menggambarkan keadaan hati. Adakah yang peduli pada saya waktu itu?. tidak ada. Bahkan mereka teman dekatku sekalipun. Itu yang membuat saya semakin bertingkah kekanak-kanakan. Hingga muncullah kalimat dari pikiran pendek seorang yang sangat kekanak-kanakan.
“saya mau keluar dari lab”.
“di lab tidak ada pemecatan, yang ada orang mengeluarkan dirinya sendiri”
Saya ungkap di depan beberapa teman. Dan salah seorang menanggapi,
“di lab memang tidak ada pemecatan dan kalau mau keluar, tidak usah naik lagi.”
Waooww saya kaget bukan main. Bukan itu yang saya harapkan dari kata-kata kalian. Saya berharap kalian meredam emosi saya dan memarahi saya telah mengeluarkan kalimat bodoh yang sangat bodoh. Tapi, semua sudah terlanjur, apalagi yang harus saya lakukan kalau tidak mau malu maka saya harus benar-benar merealisasikan semua perkataan itu. Sehari berjlan lancar walaupun jujur melihat mereka naik tangga rasa-rasanya juga mau menginjakkan kaki di lantai 3. Tiba-tiba ada informasi bahwa mulai hari selasa itu ada ujian dari dosen di lab. Apa yang harus saya lakukan?. Saya sudah cukup malu menginjakan kaki di lab, malu sekali seperti tidak berhak. Seseorang menghampiri saya melalui dunia maya dan mengutarakan kekecewaannya karena saya mengambil tindakan yang sangat kekanak-kanakan itu. tentang apa yang pernah saya katakan untuk mencegah orang-orang yang pernah mau mengundurkan diri. Dia mengatakan, datang saja!. Toh orang-orang di sini tak ada yang peduli. Hanya segelintir orang yang menanyakan keberadaanmu dan kemudian beraktivitas seolah tidak terjadi apa-apa. Sakit rasanya.
Maafkan saya untuk semua orang yang merasa sedih dengan perkataan bodoh yang pernah terungkap itu. maafkan saya. Saya benar-benar tidak dapat berpikir jernih saat itu.

0 komentar: